Maluku
(Moluccas atau Molukken) bukan sekedar provinsi tertua di nusantara.
Dahulu ia juga kokoh sebagai kerajaan yang konon usianya sama dengan
Kerajaan di Mesir pimpinan Fir’aun. Dengan demikian, bisa diamsusikan,
peradaban di nusantara boleh jadi dimulai di Maluku. Berbicara mengenai
peradaban, tentu kita tak akan lepas dari budaya. Salah satu warisan budaya dengan nilai tinggi dari Maluku adalah Baileo atau yang kerap juga disebut Balai. Rumah adat Maluku ini terbilang unik sebab dibangun dengan tujuan yang berbeda dari rumah adat lainnya.
Balai Bersama
Jika dikaji dari akar kata, boleh jadi Baileo merupakan moyang dari kata Balai yang kita kenal sekarang ini. Sama seperti makna Balai, Baileo sebagai rumah adat Maluku dibangun dengan tujuan sebagai balai atau tempat masyarakat melangsungkan berbagai kegiatan seperti upacara adat dan musyawarah. Terkadang juga Baileo ini dijadikan tempat untuk menyimpan benda-benda yang dikeramatkan, senjata serta pusaka peninggalan leluhur. Jadi, meski menyandang status sebagai rumah adat, tapi bangunan Baileo sama sekali tidak ditinggali atau dihuni masyarakat.
Struktur Baileo
Secara keseluruhan, Baileo memiliki bentuk yang serupa dengan rumah panggung dari daerah lain. Bagian fasadnya rumah ini dibikin setinggi satu sampai dua meter. Hal ini terkait fungsinya sebagai balai pertemuan. Selain itu, yang khas dari bangunan Baileo ini adalah ketiadaan dinding pada bangunan. Hal ini dimaksudkan agar tak ada sekat saat masyarakat melakukan musyawarah sebab jika diberi dinding maka mereka yang duduk di halaman tak bisa menyaksikan langsung jalannya pertemuan. Selain itu, dahulu masyarakat Maluku percaya, jika rumah Baileo diberi dinding maka roh nenek moyang tak leluasa memasuki rumah.
Sementara itu, bangunan yang menyerupai rumah panggung dibuat agar supaya binatan buas tidak memasuki rumah dengan leluasa, karenanya dibuat lebih tinggi dan tidak rapat di tanah. Selain alasan tersebut, Baileo dibuat lebih untuk menggambarkan posisi roh leluhur yang lebih tinggi dari manusia.
Hal lain yang menjadi signatur rumah adat Maluku ini adalah kehadiran batu besar yang dinamakan Batu Pamali dan diletakkan persis di depan pintu Baileo. Batu ini selain sebagai penanda balai adat, juga berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan sesaji bagi roh leluhur. Hal lain yang khasi dari Baileo adalah jumlah tiang penyangga rumah sebanyak 9 batang di depan dan belakang rumah, serta lima tiang pada sisi kanan pun kiri. Lima tiang tersebut merupakan simbol dari Siwa Lima yang bermakna persekutian antar-desa di Maluku yang berasal dari kelompok Siwa serta kelompok Lima. Kata “Siwa Lima” sendiri memiliki artian kita semua yang punya.
Terakhir yang menjadi ciri khas rumah adat Maluku ini adalah ukiran unik nan apik yang menghiasi beberapa titik Baileo ini sendiri. Salah satunya yang menarik diperhatikan adalah ukiran dengan gambar dua ekor ayam dengan posisi berhadapan serta diapit oleh dua anjing pada bagian kiri dan kanan. Ukiran ini sendiri ada di mulut pintu. Ia merupakan perlambang kedamaian juga kemakmuran. Ukiran lain yang wajib ditelaah adalah bintang, bulan dan matahari yang ada di bagian atap Baileo. Ukiran ketiga benda langit ini dicat dengan warna hitam, merah dan juga kuning. Ukiran ini mencerminkan makna kesiapan balai adat menjaga persatuan adat utuh dengan hukumnya.
Balai Bersama
Jika dikaji dari akar kata, boleh jadi Baileo merupakan moyang dari kata Balai yang kita kenal sekarang ini. Sama seperti makna Balai, Baileo sebagai rumah adat Maluku dibangun dengan tujuan sebagai balai atau tempat masyarakat melangsungkan berbagai kegiatan seperti upacara adat dan musyawarah. Terkadang juga Baileo ini dijadikan tempat untuk menyimpan benda-benda yang dikeramatkan, senjata serta pusaka peninggalan leluhur. Jadi, meski menyandang status sebagai rumah adat, tapi bangunan Baileo sama sekali tidak ditinggali atau dihuni masyarakat.
Struktur Baileo
Secara keseluruhan, Baileo memiliki bentuk yang serupa dengan rumah panggung dari daerah lain. Bagian fasadnya rumah ini dibikin setinggi satu sampai dua meter. Hal ini terkait fungsinya sebagai balai pertemuan. Selain itu, yang khas dari bangunan Baileo ini adalah ketiadaan dinding pada bangunan. Hal ini dimaksudkan agar tak ada sekat saat masyarakat melakukan musyawarah sebab jika diberi dinding maka mereka yang duduk di halaman tak bisa menyaksikan langsung jalannya pertemuan. Selain itu, dahulu masyarakat Maluku percaya, jika rumah Baileo diberi dinding maka roh nenek moyang tak leluasa memasuki rumah.
Sementara itu, bangunan yang menyerupai rumah panggung dibuat agar supaya binatan buas tidak memasuki rumah dengan leluasa, karenanya dibuat lebih tinggi dan tidak rapat di tanah. Selain alasan tersebut, Baileo dibuat lebih untuk menggambarkan posisi roh leluhur yang lebih tinggi dari manusia.
Hal lain yang menjadi signatur rumah adat Maluku ini adalah kehadiran batu besar yang dinamakan Batu Pamali dan diletakkan persis di depan pintu Baileo. Batu ini selain sebagai penanda balai adat, juga berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan sesaji bagi roh leluhur. Hal lain yang khasi dari Baileo adalah jumlah tiang penyangga rumah sebanyak 9 batang di depan dan belakang rumah, serta lima tiang pada sisi kanan pun kiri. Lima tiang tersebut merupakan simbol dari Siwa Lima yang bermakna persekutian antar-desa di Maluku yang berasal dari kelompok Siwa serta kelompok Lima. Kata “Siwa Lima” sendiri memiliki artian kita semua yang punya.
Terakhir yang menjadi ciri khas rumah adat Maluku ini adalah ukiran unik nan apik yang menghiasi beberapa titik Baileo ini sendiri. Salah satunya yang menarik diperhatikan adalah ukiran dengan gambar dua ekor ayam dengan posisi berhadapan serta diapit oleh dua anjing pada bagian kiri dan kanan. Ukiran ini sendiri ada di mulut pintu. Ia merupakan perlambang kedamaian juga kemakmuran. Ukiran lain yang wajib ditelaah adalah bintang, bulan dan matahari yang ada di bagian atap Baileo. Ukiran ketiga benda langit ini dicat dengan warna hitam, merah dan juga kuning. Ukiran ini mencerminkan makna kesiapan balai adat menjaga persatuan adat utuh dengan hukumnya.