Kalimantan
merupakan pulau terluas di Indonesia. Wilayah ini kemudian dibagi ke
dalam beberapa provinsi, salah satunya adalah Kalimantan Selatan dengan
ibu kota Banjarmasin. Provinsi dengan slogan “Haram Manyarah Waja Sampai
Kaputing” ini dibagi lagi ke dalam 11 kabupaten dan dua kotamadya.
Sama seperti wilayah lainnya di Indonesia, Kalimantan Selatan juga
menyimpan pesona wisata yang luar biasa. Selain hutan tropisnya yang
memukau, jejak sejarah beberapa kerajaan di sana juga wajib Anda
sambangi. Salah satu yang tak boleh terlewat tentunya rumah adat Kalimantan Selatan, si rumah Bubungan Tinggi.
Rumah Adat Banjar
Mendengar nama rumah Bubungan Tinggi, Anda juga harus siap dengan istilah “rumah Banjar”/”Rumah Ba'anjung”. Keduanya merujuk pada rumah adat Kalimantan Selatan. Disebut rumah Banjar, sebab memang mayoritas suku di Kalimantan Selatan adalah suku Banjar. Rumah yang mereka diami ini tersebar di seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Oleh sebab itu ia dinobatkan sebagai rumah adat provinsi tersebut. Adapun istilah “Rumah Bubungan Tinggi” mengacu pada bentuk rumah adat itu sendiri yang memang bagian atamnya tinggi dan lancip hingga membentuk sudut 45 derajat.
Konon kabarnya, rumah adat Kalimantan Selatan ini sudah ada sejak abad 16, tepatnya pada masa pemerintahan Pangeran Samudera atau yang dikenal juga dengan nama Sultan Suriansyah. Di awal masa pembuatannya, rumah adat Banjar ini dilengkapi dengan konstruksi sedrhana berbentuk segi-empat yang cenderung memanjang dari depan ke balakang. Namun, seiring berjalannya waktu, rumah adat Banjar ini kemudian dimodifikasi sesuai kebutuhan si pemilik dengan menambahkan bagian rumah di samping kiri dan kanan. Adapun istilah yang digunakan untuk rumah adat Banjar yang ditambahkan bagian tertentu tersebut adalah “disumbi”. Padamulanya, rumah adat Banjar ini hanya bisa dijumpai di lingkungan kraton Banjar. Namun lama kelamaan, kita masyarakat juga turut membangun rumah dengan mengadopsi bangunan di lingkungan istana tersebut hingga persebarannya hampir merata bahkan hingga ke Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Sama seperti rumah adat lainnya, pembuatan rumah adat Banjar juga tidak sembarangan utamanya konstruksi fiksik rumah. Bahan-bahan yang digunakan berpadu dengan kepercayaan yang dianut serta faktor fisik tanah di wilayah kerajaan Banjar saat itu. Penjelasan detilnya sebagai berikut:
- Pondasi, tiang juga tongkat pada rumah Banjar haruslah tinggi sebab tanah Banjar dahulu cenderung berawa. Kayu yang digunakan idealnya adalah kayu Galam atau yang disebut juga dengan nama Kayu Kapur Naga.
- Kerangka rumah pada rumah Banjar memakai ukuran tradisional depa yang ganjil sebab dipercaya memiliki unsur magis dan sakral. Bagian tersebut antara lain susuk yang terbuat dari kayu ulin, Gelagar yang terbuat dari belangiran juga dammar putih, lantai yang disusun dari papan kayu ulin dengan ketebalan 3 cm, rangka pintu juga jendela yang terbuat dari papan juga balokan kayu ulin dan lain-lain.
- Bagian lantai pada rumah adat Banjar ini dikenal juga dengan istilah Lantai Jarang. Ia umumnya terletak di Surambi Muka, Ruang Padu dan juga Anjung Jurai.
- Dinding rumah Banjar disusun dengan posisi papan berdiri dengan demikian dibutuhkan Balabad dan juga Turus Tawing agar bisa menempel.
- Atap pada rumah Banjar merupakan signatur yang paling menonjol. Atap ini merupakan perlambang kekuasaan. Ia dibuat membumbung tinggi ke langit.
- dll
Nilai FIlosofis Dan Religius Pada Rumah Banjar
Selain nilai-nilai islami, pada rumah Banjar juga masih dijumpai nilai filosofis, antara lain:
- Dwitunggal semesta, yakni kepercayaan bahwa rumah adalah tempat yang sakral sebab dewata juga ikut tinggal mendiami tempat tersebut. Meski samar, namun unsur-unsur ini masih teraca dengan jelas. Silahkan saja simak keberadaan ukiran naga yang samar-samar pada badan rumah. Ia merupakan perlambang alam bawah. Sementar itu, ukiran burung Enggang Gading melambangkan alam atas.
- Pohon hayat. Rumah Banjar identik dengan atapnya yang membumbung tinggi. Ia merupakan perlambang pohon Hayat yang menjulang ke langit. Pohon Hayat sendiri adalah simbol kosmis yakni cerminan dari berbagai dimensi yang menyatukan semesta.
- Payung. Secara sepintas, atap pada rumah adat Kalimantan Selatan ini juga mirip paying. Dahulu, paying dianggap sebagai simbol orientasi kekuasaan. Ia juga merupakan perlambang kebangsawanan. Dahulu, payung kuning bahkan dianggap sebagai salah satu perangkat kerajaan yang tak boleh hilang dalam berbagai acara adat.
- Simetris. Ini merupakan perlambang dari kehidupan yang seimbang. Rumah Banjar dibuat simetris untuk menunjukan sistem pemerintahan kerajaan Banjar yang seimbang.
- Kepala-Badan-Kaki. Adapun bentuk dari rumah Banjar atau rumah Bubungan Tinggi menggambarkan manusia yang dibagi ke dalam 3 bagian besar yakni kepala, badan dan kaki. Adapun bagian anjungan sebelah kanan dan kiri mewakili bagian tangan kanan dan kiri manusia.
- Tata Ruang. Rumah adat Bubungan Tinggi khususnya dalam lingkup kerajaan dibagi ke dalam beberapa bagian. Salah satu bagiannya adalah ruangan semi publik yakni serambi atau yang dalam ejaan lokal disebut Surambi. Ruangan ini berjenjang dengan kronologis pertama surmabi muka, surambi sambutan dan surambi pamedangan yang berbatasan langdung dengan pintu utama rumah (Lawang Hadapan). Memasuki bagian rumah adat, akan dijumpai juga hirearkis yang sama yakni adanya lantai yang berjenjang antara lain Penampik Kecil, Penampik Tengah dan Penampuk Besar. Masing-masing lantai ini mencerminkan status sosial di Banjar pada masanya. Hiriarkis ini merupakan lambang tata karma yang kental.
- Tawing Halat. Dalam rumah adat Kalimantan Selatan ini Anda juga bisa menjumpai Tawing Halat atau dinding pemisah yang membagi dua ruangan semi private dan privat. Hal ini dimaksudkan agar raja bisa melihat dengan jelas tetamunya sedangkan tamu hanya bisa menerka keadaan raja di ruang semi privat tersebut.
- Denah Cacak Burung. Merupakan denah pada rumah Banjar yang membentuk simbol tambah (+). Ia merupakan potongan poros-poros bangunan arah muka menuju belakang serta arah kanan menuju kiri. Jika dikaji, pola ini sama dengan Cacak Burung yang memang dianggap sakral.